Achievement

Achievement

 

Storyline by Hoyagan

Main Cast : Got7 Choi Youngjae – You

Genre : Romance, Friendship, School-life

Duration : Ficlet

Rating : Teen

 

 

Summary :

 

“Choi Youngjae tak pernah mengindahkan kata ‘Menang’ seumur hidup aku mengenalnya.”

 

 

 

 

“Dan…. Pemenanganya adalah– ”

 

 

 

“ –Choi Youngjae!”

 

 

 

Gemerang banyak tangan saling berbentur mendengar nama pemenang baru saja diumumkan. Kecuali aku, hanya terdiam menunggu. Menunggu sang pemenang yang nyaris 5 menit tak nampak batang hidungnya.

 

 

 

Finished ……

 

 

*

 

 

“Mau sampai kapan kau jadi fansnya?”

 

“Mwoya?”

 

“Youngjae tak akan merubah sikapnya. Sekalipun kau datangkan malaikat maut padanya”

 

 

 

Ya… Laki-laki itu, Choi Youngjae, yang baru saja memasukan persegi panjang tipis dan besar ke tempat sampah. Sebuah kertas yang terukirkan goresan namanya. Sebuah piagam hasil kemenangannya-yang mungkin sudah tak terhitung berapa jumlahnya.

 

 

 

Tapi…

 

 

 

Kenapa dia membuangnya?

 

 

 

Sama sekali tidak merasa berdosa. Kurasa jalan pikirannya hanya sebesar bola tenis. Mengabaikannya, seperti tidak ada niatan hidup. Diatas keinginan orang lain dengan keras payah menggapainya.

 

 

 

Impossible…

 

 

 

Barisan A selalu menyinarkan daftar nilanya. Kupikir setahun mengenalnya bukanlah waktu yang sebentar. Tapi sampai sekarang pun aku belum tahu penyebabnya.

 

 

Penyebab Youngjae selalu membuang kertas ukiran pena atas namanya itu.

 

 

*

 

 

Satu jiwa tersisa dikelas. Entah berjiwa atau tidak. Youngjae sedang duduk termenung ditemani semilir angin kusen jendela. Menyembunyikan wajahnya dibalik kedua tangan yang ia lipat diatas meja.

 

 

 

“Kau masih berjiwa?” suaraku diambang pintu memecah.

 

 

 

Youngjae seperti mendengar suaraku, namun hanya menengok seadanya. Membuang mukanya-yang nampak tak bergairah, Ia pun bangkit dari kursinya, menghampiriku.

 

 

“Apa pedulimu?”

 

 

Dan dia pergi ketika aku menoleh padanya.

 

 

Aku sempat berpikir apakah seorang teroris bertingkah laku layaknya namja itu? Mengingat dimana aku mengenal Youngjae pertama kali, dibandingkannya yang sekarang, mungkin kau anggap jiwanya adalah Galaxi.

 

 

*

 

 

“Dan…. Pemenanganya adalah– ”

 

 

 

“ –Choi Youngjae!”

 

 

 

Terulang, lantunan yang sama, dari orang pemegang jadwal acara itu. Berdiri puluh meter dari Namsan Tower, sebuah lomba menyanyi yang tak terlalu besar diadakan. Jangan kalian bertanya apa yang terjadi selanjutnya.

 

 

Choi Youngjae tak pernah mengindahkan kata ‘Menang’ seumur hidup aku mengenalnya.

 

 

*

 

 

Aku berniat menyapa lokerku-tempat pertama yang selalu kutemui-sebelum masuk ke ruang kelas. Sekaligus, menyapa laki-laki misteriusku diantara satu deret pintu hijau yang sama.

 

 

Bingo!

 

 

Sedetik tak pernah absen. Youngjae baru saja menutup lokernya, dan pergi tanpa melihatku sebelumnya. Tak berselang sebuah kertas kaku berisi tinta banyak warna melayang turun ketika Youngjae melangkah. Ragu mengambil langkah, meneliti besar keingintahuan. Aku menangkap kertas itu.

 

 

 

 

Bukan

 

 

 

 

 

Ini bukan sebuah puisi bergambar pelangi ataupun matahari dengan mata, hidung, dan mulut tersenyum seperti wajah bayi.

 

 

 

Ini sebuah foto

 

 

 

Tak asing

 

 

 

Miliknya

 

 

 

Choi Youngjae

 

 

 

Bersama Wanita

 

 

 

 

 

 

Apa aku lantas berpikir ini pacarnya?

 

 

*

 

 

 

Senang tak terbendung mendengar namaku dan Youngjae disebutkan oleh guru favoritku di depan sana, Seo Songsaenim. Aku menengok Pada Youngjae, berpikir bagaimana ekspresi setelahnya.

 

 

Selamat! Kau Nihil!

 

 

Hanya sebongkah patung tak bergerak, bahkan layak tak bernafas. Sama sekali tak merespon macam apapun sambutan kebahagiaan yang disertakan untuknya. Utamanya, ketika Seo Songsaenim memanggil kami-Aku dan Youngjae-untuk menerima ucapan selamat darinya.

 

 

 

Kau tahu? Kami berdiri bersama.

 

 

 

Aku berjalan ke depan, Tapi Youngjae memilih ke belakang. Meninggalkan kelas tanpa pesan.

 

 

 

 

Tak ada salahnya mencoba menyapa seseorang yang sedang tertidur. Barang mengganggu, memang itu tujuanku. Menyapa namja dengan kepalanya yang tersandar pada punggung kursi taman. Menatapku sekilas, lalu kembali merenggangkan lehernya. Aku lantas mencubitnya kesal.

 

 

“Aight!”

 

 

“What’s your want?”

 

 

Gerak cepat aku mengambil sisi bebas disebelahnya. Tidak peduli akan raut kesalnya yang terakhir kutemukan saat zaman Athena memimpin perang. Dia terheran melihatku tak merespon apapun, walaupun wajahnya masih sama lurus.

 

 

“Siapa yang menyuruhmu duduk?”

 

 

“Waeyo? Memangnya tidak boleh?”

 

 

“Memang tidak boleh”

 

 

“Berhentilah memarahiku!”

 

 

“Siapa peduli? Ini tempatku”

 

 

“Aku ingin duduk”

 

 

“Tak ada yang menyuruhmu duduk”

 

 

“Why so meanie?”

 

 

 

Barang mencoba melirik namja disampingku walaupun kesal, bola mataku kembali berputar mengetahui Youngjae sedang memandangiku. Bola mata yang indah menurutku. Dan dadaku mulai tak terbakar ketika ia kembali tertidur.

 

 

Lama waktu kami lewati dengan keheningan. Aku hanya sedang mengulang memori beberapa menit yang lalu. Menyadari Youngjae merespon ucapanku lagi. Bahkan kali ini tidak seperti tiga hari, tiga minggu, atau tiga bulan yang lalu. Dia membiarkanku berada di dekatnya sekarang. Bukan mengusirku ataupun melarikan diri.  Perlahan susah memandagi wajahnya. Sesadar tanganku mencoba mendekati wajah putihnya.

 

 

Dekat

 

 

 

 

Dekat

 

 

 

 

Dekat

 

 

 

Dan

 

 

 

Gagal

 

 

 

Tiba-tiba Youngjae bergerak. Aku hanya mampu membuang mukaku ke arah lain. Aku yakin wajahku seperti udang rebus sekarang. Takut jika ia melihat ulahku sebelumnya. Aku mencoba meliriknya lagi, dia melakukan sedikit gerakan. Sepertinya dia tidak tidur.

 

 

 

“Youngjae-ssi”

 

“Tidak perlu seformal itu”

 

“Baiklah” aku menarik nafasku dalam-dalam. Aku semakin merasa canggung di dekatnya.

 

 

“…”

 

“Ada apa?” Kali ini Youngjae memecah keheningan.

 

“Ini… Seo Songsaenim–”

 

 

“–Untukmu” Bukan aku yang mengucapkannya. Itu suara Youngjae.

 

 

Seperti sudah mengetahui gelagatku kemudian, dia bahkan menolak kotak yang kupegang tanpa membuka matanya. Dia pasti sudah mengetahui tujuanku berbiacara dengannya kala itu-memberikan kado dari Seo Songsaenim.

 

 

 

“Kenapa kau tidak mau menerimanya?”

 

 

“Kenapa aku harus menerimanya?”

 

 

Aku diam. Bukan karena aku tak bisa membalasnya. Aku benar-benar bingung dengan pertanyaan yang terlontar darinya tadi.

 

 

“Tidakkah ini bentuk penghargaan atas usaha kerasmu?” Ucapku banyak menit terlewatkan.

 

 

 

Mendengar itu, Youngjae terbangun dari tidurnya. Menatapku sekilas yang kembali membuatku membuang muka yang sudah matang ini. ‘Rebuslah aku hidup-hidup! Choi Youngjae”, hanya mampu membatin.

 

Kpikir ia akan melontarkan kata-kata hujatan seperti biasanya. Tapi kurasa tidak. Dia justru mengulas senyum kecil yang sangat manis. Oh Fortuna, Injak Youngjae dengan seekor badak sekarang.

 

 

 

“Kenapa tersenyum seperti itu?” Tanyaku dengan susah payah menahan malu.

 

 

“Berapa orang lain menghargaimu?” Dan dia pergi begitu saja.

 

 

 

MWOYA????

 

 

 

Aku terdengar seperti wanita jalang yang berkeliaran di malam hari asal pandangnya. Bisakah dia mengulang ucapannya tadi? Jika iya aku mungkin aku akan menendangnya ke bulan.

 

 

*

 

 

“Argh!”

 

 

Youngjae merengis sambil memegangi hidungnya. Dia baru saja menabrak benda di tanganku yang –dengan sengaja– kutegaskan ketika dia hendak melewati pintu.

 

 

“Kenapa kau– ”

 

 

Youngjae menghentikan ucapannya ketika melihat sebuah foto ditanganku. Foto yang tak sengaja kulihat melayang di depan pintu lokernya. Foto akan visual wajahnya dengan seorang wanita paruh baya, yang sempat kupikir sebagai pacarnya. Foto dimana wanita itu tersenyum lembut, dan Youngjae di belakangnya melingkarkan penuh kedua tangannya di pinggang wanita itu.

 

 

 

“Wanita ini pacarmu?”

 

 

Aku tidak tahu kenapa aku bertanya demikian. Youngjae mengernyit heran seperti menganggapku gila. Kemudian Youngjae mengambil foto ku genggam, dan menyimpannya di saku celana. Tanpa merubah raut apapun.

 

“Ikut aku”

 

 

 

 

Youngjae menggandeng setangkai mawar putih dan satu buah Jeruk mandarin yang ia beli di sebuah toko bunga dan toko buah selama perjalanan kami. Sepanjang aku mengenalnya, aku tidak pernah melihatnya berbelanja. Mungkin dia ingin berkebun.

 

 

 

 

 

Di Pemakaman.

 

 

 

Tunggu…

 

 

 

Dia membawaku ke sebuah pemakaman umum dan sebuah batu nisan dengan banyak mawar putih dan merah. Youngjae meletakkan kedua barang ditangannya di depan ukiran sebuah nama disana. Lalu berbicara dengan benda mati itu.

 

 

 

“Apa kabarmu? Aku membawa seseorang yang tidak begitu spesial. Dan aneh”

 

 

 

Sial! Masuklah kau ke jurang, Youngjae!

 

 

 

“Dia bilang, aku harus menerima hadiah dari orang yang menghargai bakatku jika aku berhasil”

 

“Is it true? What should I do?”

 

 

Aku menoleh pada Youngjae, tertegun melihat setetes bulir bening dari pelupuk disana jatuh bebas. Jika aku bertanya kenapa dia menangis, aku yakin dia akan meninggalkanku sekarang. Aku semakin memperhatikannya. Bingung dengan apa semua gelagat dan ucapannya.

 

 

 

Youngjae menuntunku sampai pintu gerbang rumah. Aku sering pulang bersamanya, walaupun dia tidak penah berjalan disampingku. Benar-benar namja yang sulit ditebak. Hampir setiap saat dia membuatku kesal. Tapi ia masih membiarkanku berada disampingnya, bahkan terkadang mengukir senyumnya yang jarang ku temukan.

 

 

“Youngjae-ya” Manik bulat itu menangkap iris coklatku lembut.

 

 

“What a win at your vision?”

 

 

Sekarang dia menatapku seperti kembali menganggapku gila. Apa aku mengatakan hal yang salah? Tapi Youngjae justru mengukir senyum di bibirnya untukku. Kemudian menyentuh puncak kepalaku, mengusapnya gemas layaknya anak kecil yang menghempaskan kebahagiaannya pada boneka tidurnya. Banyak menit aku hanya menunggu jawaba, dia malah meninggalkanku masih dengan seribu pertanyaan.

 

 

*

 

 

Malam hari yang tenang setelah berkutat panjang dengan mesin lembar kerja. Aku menjinjing buku kesayanganku ke Sungai Han, yang kebetulan tak jauh dari rumahku. Aku sering melepas penat disini.

 

 

Brukkk!!!

 

 

Seorang namja menghempaskan sebuah kotak berpita merah ke tempat kosong disampingku. Aku menatapnya heran, yang hanya dibalas dengan tatapan datar, seperti orang yang sedang dirasuki hantu. Bagaimana dia tahu aku disini?

 

 

 

“Sudah kubilang ini untukmu”

 

 

 

Geurae!

 

Dia adalah Youngjae. Mengetahui aku meletakkan kado dari Seo Songsaenim diatas meja kelasnya sebelum pulang sekolah, ketika ia meninggalkan kelas tanpa membawa tasnya-yang aku yakin dia pasti akan kembali setelahnya.

 

 

Tapi….

 

 

Darimana dia tahu bentuk kotak hadiah Seo Songsaenim? Seburuknya penglihatanku, aku masih mampu memastikan dia tak pernah melihat wujud dari hadiah itu seperti saat pertama aku ingin memberikan kado itu padanya.

 

 

 

“Ini dariku”

 

 

“Kau pikir aku buta?”

 

 

“Hatimu memang buta”

 

 

“Aku sudah pernah mengatakannya padamu–”

 

 

“–Bahkan jika itu dari temanmu?”

 

 

“Aku tak punya teman”

 

 

“Lalu kau anggap aku apa?” Bentakan itu tak bisa terbenam lebih lama. Youngjae menatapku nanar.

 

 

“Untuk apa kau selalu berlatih keras dan selalu merebut tempat teratas yang seharusnya milik orang lain tapi kau menginjak itu semua begitu saja dan tak memberi orang lain kesempatan satu kalipun. BODOH!” Aku membentaknya, akibat menahan isakan setengah mati

 

 

“Atau perlu kau jangan pernah bernyanyi lagi!” Lalu meninggalkan patung di hadapanku. Sendiri di tengah malam yang cukup sunyi.

 

 

*

 

 

Angin berhembus membawa dentangan pelan melewati telingaku. Aku melihat Youngjae keluar kelas, dengan wajahnya yang nampak seperti hujan. Ia seperti buah penuh ulat.

 

Aku mengikuti langkah gontainya, hingga ke rooftop sekolah. Hanya memandangi langit yang tak begitu cerah, aku mencoba mendekatinya dengan berat.

 

Dan ternyata Youngjae menyadari kehadiranku. Dia menoleh kecil kearah belakang, tempatku berdiri sekarang. Sekian detik dia mengabaikanku lagi. Awalnya aku berpikir ingin menjatuhkan dia dari sini juga. Tapi ada niatan aku ingin pergi dari perasaan berat ini.

 

 

“Mian– ” ucapku tak berani memandangnya.

 

 

 

 

“Aku memang bodoh” Dia memotong ucapanku. Dalam hal ini kesamaan kami.

 

 

“Aku memang tak berguna. Dan hanya pandai menyia-nyiakan”

 

 

 

Berhentilah menjatuhkan dirimu Youngjae! Kau membuat hatiku semakin tertusuk.

 

 

 

Namun atmosfer dingin menusuk kulitku terganti. Aku membuka mataku lebar-lebar ketika mengetahui Youngjae sedang memelukku sekarang. Dia sungguh tak marah padaku. Terasakan lembut peluk dan usapan tangannya di ubun-ubunku.

 

.

.

.

 

Duduk menikmati semilir angin, langit tak begitu bersinar. Hangat bersama namja ini walaupun lama kami terjalin dalam keheningan.

 

 

“Mianhada, Tak seharusnya aku membentakmu kemarin”

 

 

“Tapi aku memerlukannya”

 

 

“Ribuan kali aku memutar amarahmu, ternyata adalah pasangan pelosok jiwa sunyi itu” Seumur hidupku tak pernah mengetahui Youngjae masuk kelas Bahasa. Tapi memang tidak pernah. Aku tahu Youngjae kurang menyukainya. Dia selalu tertidur selama jam itu.

 

 

“Makam itu, Wanita dalam foto itu, jawaban dari bentakanmu kemarin”

 

 

“Dia orang yang melahirkanku” aku menelan salivaku berat. Kaget dengan penyataannya.

 

 

“Hari terakhir sebelum dia meninggal, Aku berhasil memenangkan kontes menuju pelatihan besar di Amerika. Impian yang ibu minta padaku” Youngjae menghela nafas sepanjang seperti ketika aku menatapnya.

 

 

“Bertepatan dengan Hari kelulusan Noona-ku. Ayah mengendarai mobilnya kesana, disamping ibu ingin melihat kemenangan pertamaku. Tapi kebahagiaan mereka hanya berpuncak disana. Mereka pergi. Ibu pergi. Sebelum melihat impiannya”

 

 

Memori yang tertangkap dan tak bisa hilang-bahkan untukku juga merasakannya. Kelu merenggut senyum Youngjae seketika, walaupun ia masih bisa menegakkan badannya. Aku yakin Youngjae mati-matian menahan tangisnya. Namun itu pun tak berhasil akhirnya.

 

Aku hanya memeluk lututku, tak kuat menahan bulir kristal dalam pelupuk. Membayangkan aku berada dalam posisi Youngjae, mungkin aku lebih memilih untuk bungkam dari dunia yang menginginkan suaraku. Tapi Youngjae masih bisa bernyanyi, bahkan mengukir prestasi.

 

 

 

“Aku tidak mungkin berhenti bernyanyi. Tapi, dalam kata ‘Penghargaan’ selalu tertanam sosok ibu. Aku tak ingin mengingatnya”

 

 

“Kau Bodoh! Kenapa kau ikut mengubur impian ibumu bersama mayatnya? Penghargaan adalah awal dari sebuah hal yang besar. Kau tak akan memulai perjalanan tanpa pacuan itu. Sama seperti impian ibumu. Bukankah kau memulainya dari sebuah penghargaan kontes?”

 

 

 

Aku tidak tahu apakah rangkaian kataku benar atau tidak, tapi Youngjae tersenyum lembut dan menoleh perlahan padaku, seakan yakin dengan apa yang aku katakan. Senyum itu membuatku tak ingin jauh darinya, selalu disampingnya, entah sebagai apa aku tak perduli. Aku akan menemani Youngjae menggapai impiannya-dan juga ibunya.

 

 

*

 

 

“Mr.Youngjae, apa yang membuat anda mampu menggapai kesuksesan di Amerika?” seseorang dari dalam Televisi berbicara dengan seorang namja putih yang sangat aku kenal.

 

 

“Saat SMA, seorang gadis pernah mengatakan padaku, Penghargaan adalah awal dari sebuah hal yang besar. Kau tak akan memulai perjalanan tanpa pacuan itu, Hingga aku berusaha keras melakukannya, dan mampu berada disini sekarang”

 

 

“Siapa wanita yang kau maksudkan itu?”

 

 

“Dia adalah gadis yang sekarang tumbuh menjadi inspirasiku. Pupuk dalam bungaku. Wanita yang kunikahi Tahun lalu. Aku mencintainya” Jawab namja putih itu dengan senyum khasnya.

 

 

Aku tersenyum bahagia mendengarnya. Namja yang dulu bersama aura hitam, kini menjadi putih bersinar. Dia berhasil, menggapai impiannya, dan juga ibunya. Dia sudah menjadi penyanyi besar sekaligus menjadi suamiku, Choi Youngjae.

 

 

End

Mind to review? Leave a comment please. Gomawo ^^

4 tanggapan untuk “Achievement”

  1. Youngjae dingin-dingin gimana gitu eonni *maksudnya*.Anyway,aku gak ngerti alur ceritanya masa -_-.Tapi aku suka lho penggunaan bahasanya ^_^

Tinggalkan komentar